Jumat, 16 Desember 2016

Aku dan Buku

Demi memenuhi syarat dari bang Bima Dwihastomo  dan demi mendapat sepaket buku-buku berkualitas. Tulisan ini saya dedikasikan untuk segenap para pencari pelita, para pegiat kesunyian yang tenggelam dalam abjad yang berpasangan, para pembaca buku yang mencari ilmu, wawasan, kebenaran, bahkan yang hanya untuk mengisi waktu luang.

Ada sebuah ungkapan umum bahwa "Buku adalah jendela dunia". Sementara salah seorang proklamator bangsa ini mengatakan ''Aku rela di penjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas''. Dua buah ungkapan yang memunculkan tanda tanya, sehebat apakah buku? Atau itu hanya sekedar ungkapan berlebihan yang menyanjung suatu hobi yang lantas dipersepsikan menjadi kebenaran umum?

Ada sebuah kisah dimana saya pertama kali mengenal dan secara sadar sedang membaca buku saat kelas 3 (tiga) SMP. Jadi bisa dibayangkan selama kurang lebih delapan tahun berkecimpung menjadi murid/siswa, saya baru merasakan keadaan sadar sedang membaca buku adalah saat tahun ke-9 sebagai murid di bangku akademik. Inipun berkat pengalaman dengan seorang guru mata pelajaran Bahasa Indonesia yang sudi menyadarkan saya dari era kegelapan menuju era pencerahan. 😂

Guru saya yang satu ini memang unik. Saat guru-guru yang lain mengendarai motor, beliau tetap konsisten menggunakan sepeda "unta" miliknya untuk sampai ke sekolah. Hal lain yang saya kagum dari beliau adalah bahwa beliau benar-benar menyenangi profesinya, sebagai guru mapel Bahasa Indonesia beliau rajin membaca dan menulis. Setiap selesai mengajar beliau akan dengan senang hati menuju ruang perpustakaan dan menikmati bacaan-bacaan yang dipilih entah itu koran, majalah, ataupun buku. Oh ya sekadar memberitahu pada saat itu belum ada pustakawan di sekolah kami, dari empat guru Bahasa Indonesia yang ada, hanya satu guru yang rela punya meja kerja di ruang perpustakaan bukan di kantor guru, dan itu beliau.

Awalnya kekaguman saya dengan beliau memang karena beliau sering menulis dan tulisannya banyak bertebaran dalam koran-koran lokal maupun nasional. Dari hobi ini tambahan gaji pun didapat. Beliau bilang, dengan cara ini saya tak perlu meminta uang fotokopi pengganti kertas untuk Ulangan Harian dari murid yang diajar (hal ini seringkali dilakukan oleh guru-guru lain, walau ini sah-sah saja karena mengganti biaya fotokopi lembar soal ulangan harian). Beliau juga orang yang sangat tepat waktu, boleh dibilang kedisiplinannya luar biasa. Majalah dinding di sekolahan kami menjadi saksi betapa beliau begitu aktif menulis, karena setiap minggu akan ada artikel dari hasil tulisan beliau yang termuat di koran.

Saya penasaran kok guru saya yang satu ini kuat sekali kalau jam istirahat malah baca buku, saat tidak ada jam mengajar juga digunakan untuk membaca buku. Sangat jarang bisa menemui sosok seperti ini pada waktu itu. Beliau pula yang mengenalkan murid-muridnya untuk masuk ke perpustakaan dan berkenalan dengan berbagai jenis buku yang ada. Sebenarnya beliau bukan tipikal yang suka memaksa kepada murid-muridnya, beliau hanya ingin mengakrabkan kami dengan dunia buku, dunia aksara lewat tugas pelajaran yang memang mengharuskan kami bertemu dengan buku dan koran.

Beliau pula yang menjadi redaktur untuk sebuah majalah di sekolah kami, walaupun majalahnya terbit setiap empat bulan sekali. Dari pengalaman inilah, saya mulai tertarik dengan dunia aksara, dunia membaca dan menulis, dunia sunyi yang menjadi tempat penjelajahan yang sebenarnya begitu ramai pengetahuan di dalamnya. Oh ya nama pak guru saya ini Pak Jaja Mardjana.

Sejak pengalaman saat SMP itu, mulai timbul hobi untuk bisa meneladani kebiasaan beliau, kalau ungkapanku dulu "kuat baca dalam durasi lama" dan menulis karya. Walaupun waktu SMA, hobi yang tumbuh ini malah sempat layu, baru ketika saat kuliah hobiku mulai kutumbuhkan lagi.

Membaca menjadi sebuah tradisi yang mengasyikkan saat ini, apalagi saat membaca karya-karya agung dari tokoh-tokoh perjalanan zaman. Saat inipun ketika sedang mengerjakan skripsi, kebiasaan membaca buku non bidang studi tetap kulakukan. Minat pada topik seputar filsafat, sosial, politik, ekonomi, dan genre lain yang cenderung bertipe non fiksi memang menjadikanku agak aneh. Hal ini karena dengan latar belakang sebagai mahasiswa yang mengambil studi di Fakultas Sains agak cenderung dianggap menyimpang dari bidang yang kugeluti. Walaupun bagiku dunia itu kompleks, demikian pula dengan manusia. Membaca berbagai topik buku akan menjadikan wawasan dan pandangan kita lebih komprehensif dan integratif. Sebuah upaya melihat suatu hal dari berbagai sudut pandang dengan menggunakan kacamata individu yang beragam.

Sempat pula beberapa karyaku nongkrong di kolom opini koran lokal maupun nasional, ada pula yang menjadi gathok-gathok (pelengkap) di beberapa buku antologi. Tentu ada rasa bangga dan keinginan meningkatkan kemampuan menulis agar karya dan gagasan yang lebih bermutu dan lebih baik dapat disebar secara luas. Aktivitasku dulu saat menjadi aktivis di kampus memang cukup membantu untuk mengaktualisasikan diri dari bacaan yang kubaca lalu diubah menjadi kata-kata dalam berbagai forum diskusi. Buku telah banyak memberi wawasan yang begitu indah. Kalau bung Hatta pernah berkata "rela di penjara asal bersama buku", maka kemungkinan saya pun sedang mengalami mabok cinta kepada buku. Apalagi jika bukunya cocok sesuai selera. Dan ini cinta yang abadi, tak terbatas oleh waktu. 😳

Nah, mungkin itu sedikit curhat singkat seputar duniaku bersama buku, belum selesai memang, karena perjalanan kami masih panjang. Saya yang masih mahasiswa ini ingin melahap buku-buku berkualitas yang masih berserakan di bumi ini. Mencari secercah kejernihan, kebaikan, cahaya ilmu, dan berbagai informasi dari abjad-abjad yang terpatri. Dan sangat mungkin kelak akan saya lahirkan karya buku-buku yang semoga dapat menjadi sedikit memperkuat sinar majunya pengetahuan manusia atau minimal berjalanannya manusia dalam sebuah upaya nasehat-menasehati dalam kebaikan. Bukankah membaca buku membutuhkan kesabaran? Lalu saat mulai masuk ke dalam dunia sebuah buku, menemukan perasaan yang cocok maka waktu seakan bisa kita biarkan terus berjalan, tapi kita akan dengan ikhlas menghabiskan waktu bersama buku. Terakhir, saya ingin tutup bahwa membaca karya om Sartre, Russel, Marcos, dan Pramoedya tentu akan menambah gizi dalam pembendaharaan pengetahuan dalam otak saya yang mulai terguncang oleh Tugas Akhir Kuliah yang tak kunjung selesai. 😭 #kode

Semoga bang Bima Dwihastomo dan teman-teman beliau yang menjadi penilai dapat sedikit melirik tulisan iseng yang berisi curhatan ini. Terima kasih. Wish me luck. 😁 Salam Kompak!

Selasa, 07 Juni 2016

Konsep Diri, Melejitkan Prestasi

Cover Buku "The Power of Believe"
Konsep Diri, Melejitkan Prestasi
oleh: Muhammad Kridaanto*)

“Manusia yang paling luas pengetahuannya adalah orang yang telah mengenal dirinya” (HR. Bukhari dan Muslim)

Tujuan hidup adalah untuk mengenal hakikat diri, begitulah ungkapan dari Imam Ghazali dalam kitab yang berjudul Kimiya'us Sa’adah (Kimia Kebahagiaan). Sebuah kalimat yang menguatkan hadits Nabi mengenai pentingnya mengenal diri atau hakikat diri.
Mengenal diri menjadi salah satu bagian penting dalam upaya mengetahui hakikat, konsep ataupun identitas diri. Ibarat sebuah produk, dengan mengetahui definisi akan semakin lengkap jika seorang user juga memiliki banyak deskripsi mengenai produk, mulai dari seluk-beluk, sisi positif-negatif, sampai kegunaannya.
Allah telah menciptakan manusia sebagai khalifah di bumi (dalam Al Qur’an surat Al-Baqarah ayat 30) dengan tugas untuk memakmurkan dan memelihara bumi dengan sebaik-baiknya, selain itu juga untuk tunduk dan menyembah kepada Allah SWT.
Dalam tugas tersebut, manusia sudah diberikan perlengkapan yang tidak dimiliki oleh makhluk lain berupa “hati” dan “akal”. Dari kedua perlengkapan ini, manusia dapat mengenal dirinya, sehingga tidak melupakan tugas dan kodratnya sebagai manusia. Untuk mengetahui siapa dirinya, manusia dapat merenung (muhasabah) dan introspeksi . Dengan jalan tersebut, kualitas kemanusiaan yang dimilikinya akan meningkat sebagai upaya memahami alam semesta dan mengenal Sang Pencipta. Dan, dalam diri manusia yang tahu dirinya akan memperoleh kecermelangan hati.
Fitrah manusia untuk maju dan berkembang dapat diperoleh melalui upaya memaksimalkan potensi dalam dirinya. Apalagi manusia senantiasa memiliki keinginan agar eksistensi dirinya dikenal. Di sinilah manusia manusia dituntut berkontemplasi, berpikir, dan mencari tahu dirinya. Setelah mengetahui potensi diri melalui pengenalan diri, manusia dapat menganalisis lingkungan sekitarnya, tempat dimana dia berada untuk meneruskan sebuah proses bernama pengabdian dan tindakan.

Manusia sebagai Zoon Politicon
Aristoteles menyebut manusia sebagai zoon politicon yang artinya manusia sebagai makhluk sosial. Sebuah istilah yang menerangkan bahwa manusia akan selalu berhubungan dengan orang lain dalam kehidupan bermasyarakat. Kemampuan berinteraksi dan beradaptasi akan menentukan arah kemana dirinya dan lingkungannya. Sehingga dari sini akan muncul pertanyaan, apa yang bisa dilakukan oleh dirinya dengan melihat hakikat diri dan posisi dimana manusia berada?
Dari sinilah manusia mencari fitrah sejatinya. Melalui fitrah sejati ini yang selanjutnya akan menghantarkan manusia untuk memaksimalkan potensi yang ada dalam dirinya.
Misalkan saja kemampuan seseorang di bidang kepenulisan, akademik, keolahragaan atau seni yang dapat dikembangkan ketika seseorang terus melakukan interpretasi atas dirinya. Kemampuan atau bakat yang dimilikinya diolah untuk kebermanfaatan diri dan lingkungannya.
Dari sini manusia dapat menuju tingkatan sebagai insan kamil yang memahami diri dan senantiasa mengingat Allah. Manusia yang melupakan Tuhan tidak akan mungkin menjadi manusia yang utuh. Hal ini disebabkan kefitrahan diri yang dilawan atau berusaha dihilangkan dari dalam dirinya.
Maka menjadi pengingat kita untuk senantiasa mencari hakikat diri, meningkatkan potensi diri, dan melakukan pengabdian secara optimal. Bukankah akan terasa hambar jika potensi kita hanya untuk kepentingan pribadi tanpa dibagikan kepada orang lain.
Mari terus berbenah dan melejitkan potensi dengan jalan mengenal diri, memfungsikan suara hati dan berbagi untuk hidup dan kehidupan.
*) Salah satu tulisan yang lolos dalam lomba  #BerguruPadaHadits dan masuk dalam antologi buku berjudul The Power of Believe Penerbit DIVA Press