Rabu, 01 Januari 2014

Kenakalan Remaja dan Fungsi Kontrol Orang Tua

Oleh : Muhammad Kridaanto; Pengurus Wilayah IPNU Jawa Tengah


Sebuah kejadian yang ironis ketika seorang anak berumur 13 tahun menjadi salah satu penyebab dari jatuhnya enam korban kecelakaan lalu lintas yang meninggal dunia. Sang anak yang masih berumur sangat muda dan memasuki masa pubertas itu mengalami kejadian yang cukup mengerikan.

Tingkah dan polah seorang remaja yang memang sedang mengalami masa pencarian jati diri dan keinginan untuk selalu mencoba hal-hal baru. Dul atau Abdul Qadir Al Jaelani seorang anak yang mengalami sebuah kecelakaan dalam sebuah insiden ketika sedang mengendarai mobil.

Memang publik tercengang terhadap berita tersebut, mengingat peristiwa tersebut bukan  merupakan persoalan kecil. Kecelakaan yang memakan korban jiwa. Dan mau tidak mau pihak berwajib akan melakukan penyelidikan terhadap penyebab kejadian untuk mencari penyebab dari kejadian yang terjadi.

Publik terheran dengan ulah Dul yang merupakan anak remaja yang masih belia tetapi mengendarai mobil di jalan raya. Di satu sisi perhatian dan kontrol dari orang tua dipertanyakan, dan tentu dari sudut pandang perkembangan remaja di masa sekarang mulai menampakkan pola yang berubah dari masa yang lalu. Menurut Menurut Verhaar, J.W.M (Identitas Manusia : 1989) remaja adalah masa kritis di mana mereka mengalami perubahan-perubahan, ada yang bersifat positif dan ada yang bersifat negatif.  

Remaja memang generasi yang baru merekahkan bunganya. Masih teringat juga kasus seorang anak SMP yang menjadi mucikari dan memiliki anak buah yang cukup banyak. Hal ini menjadi tamparan keras bagi orang tua sekaligus unsur dunia pendidikan.

Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya perhatian orang tua dan dunia pendidikan melakukan suatu upaya preventif dengan adanya kasus-kasus tersebut. Terlebih lagi di usia mereka yang baru remaja tetapi kenakalan yang dilakukan sudah seperti kejahatan yang dilakukan oleh orang dewasa.

Ketika dulu kenakalan di usia remaja masih seputar bolos sekolah, saling mengejek, berkelahi dan hal yang masih dianggap kenakalan dalam tataran normal. Dan memang langsung diberikan suatu upaya pencegahan dengan melakukan suatu pembinaan kepada remaja tersebut. Tetapi di masa-masa sekarang nampaknya kenalan remaja mulai tumbuh menjadi persoalan yang terus mencengangkan dan membutuhkan perhatian khusus.

Kita percaya bahwa peran orang tua dan unsur pendidikan menjadi tumbuan dari upaya preventif penanaman nilai dan norma dalam upaya pencegahan kenakalan remaja. Di samping melihat masa remaja sebagai suatu masa perkembangan potensi.

Kembali ke pola asuh yang tepat dengan terus melihat perkembangan para remaja harus kembali ditanamkan oleh orang tua. Jangan sampai orang tua bersikap acuh tak acuh terhadap pergaulan maupun perkembangan perilaku anaknya. Karena kenakalan remaja biasanya dipengaruhi oleh pikiran yang sepintas dan pendek dalam memandang sesuatu, sikap ingin dihargai, diperhatikan, dicintai,dianggap hebat kerap menjadi latar belakangnya. Dan hasrat masa muda yang menggelora menjadi suatu kekuatan terhadap perilaku yang dilakukannya.

Fungsi kontrol orang tua menjadi salah satu hal yang penting untuk diperhatikan dalam mengembalikan dan meluruskan perilaku para remaja agar berkembang secara baik dan beretika. Dan ini juga harus didukung oleh lingkungan yang baik.

Salah satu hal yang bisa dilakukan orang tua dalam upaya kontrol itu adalah dengan melihat dengan siapa anak kita bergaul dan bagaimana latar belakang teman-teman di sekitarnya. Sebagai orang tua tentu mengalami suatu kekhawatiran dalam melihat fenomena-fenomena yang terjadi akhir-akhir ini, tapi jangan sampai terjadi suatu tindakan yang berlebihan. Kita tetap harus memberikan kebebasan kepada anak untuk mengembangkan diri dan berekspresi, tapi kita tidak melepas begitu saja. Kita tetap membimbing dan memberikan arahan untuk kebaikan sang anak. Ketika waktu untuk mengawasi anak sangat sedikit, maka bisa disikapi dengan menyarankan anak untuk mengikuti organisasi di sekolah maupun mengikuti ekstrakurikuler yang dapat mengembangkan bakatnya seperti olah raga maupun seni.

Sehingga potensi masa mudanya dapat tersalurkan secara benar. Di sini kita berharap remaja yang sedang menjalani masa-masa penemuan jati diri tidak terjerumus dalam suatu kubangan lumpur yang membuat hancur masa depannya. Orang tua harus selalu merespon si anak remaja dengan suatu pola didik yang “momongi”. Agar nantinya harapan bersama agar anak-anak muda dapat mengenali dirinya dan mengembangkan dirinya karena mereka kelak yang akan menggantikan generasi sekarang. Kita berharap anak muda yang sekarang sedang melalui suatu proses-nya bisa menjaga diri dan menjadi generasi hebat di masa yang akan datang.

Karena anak bukan hanya butuh materi dan hal-hal yang bersifat duniawi, tetapi juga menyangkut perhatian dan pemberian ruang berekspresi secara benar. Di sinilah orang tua menjadi pilarnya. Menjaga posisi anak yang beranjak ke masa dewasa secara bijak, tentu dengan tujuan bahwa kelak dia mampu memahami suatu tindakan secara benar dan rasional serta mengetahui suatu nilai dan norma yang ada. Agar nantinya sifat tersebut menjadi modal dalam menjalani fase hidup selanjutnya.


Opini saya di Koran Muria Hari Kamis, 12 September 2013 

0 komentar :

Posting Komentar

Berikan komentar Anda untuk tulisan di atas...,